Anak-anak kita perlu belajar banyak dari kekalahan. Senang saat menang itu hal biasa. Siapa saja bisa. Tapi menerima kekalahan dengan kelapangan dada perlu usaha.
Karena hidup tidak akan selamanya sesuai harapan. Ada kalanya realita berbalik 180 derajat dengan impian.
Akan ada banyak pelajaran di balik kekalahan kalau kita mau membuka kejernihan hati dan pikiran.
Kita bisa belajar dari mana saja, termasuk sepakbola. Olahraga paling terkenal di dunia.
Salah satu pemain sepakbola terbaik yang pernah ada dalam sejarah dunia mengakui hal itu.
Ricardo Izecson Dos Santos Leite menceritakan pada kita. Dalam sebuah wawancara sebagaimana dikutip Fourfourtwo.com (23/10/17) pemain yang mendunia dengan panggilan Ricardo Kaka ini mengungkap fakta.
Menurutnya ada lima pertandingan yang berhasil mengubah hidupnya. Menjadi lebih kuat. Semakin tangguh. Kian matang. Hingga membawanya bertabur banyak penghargaan: tim maupun individu.
Menarik dicermati bahwa tidak semua pertandingan menyejarah itu berbuah kemenangan. Dua diantaranya malah berakhir keok.
Kekalahan pertama diderita dari Liverpool di final Liga Champions EUFA 25 Mei 2005. AC Milan, tim yang dibelanya kala itu, sudah unggul 3:0 di babak awal. Naas, di babak kedua, hanya dalam enam menit saja Liverpool ini berhasil mengubah haluan. Menyamakan kedudukan. 3:3.
Comeback gemilang yang membuat Liverpool menjadi lebih kuat secara mental. Hingga kemenangan pun harus ditentukan lewat drama adu penalti.
Naas, nasib baik lebih berpihak pada Liverpool. Mereka menang adu penalti dengan skor 3:2.
Sejarah kemudian mencatat inilah salah satu pertandingan sepakbola paling dramatis yang pernah terjadi.
Kekalahan itu pasti menyakitkan. Malam-malam panjang yang meresahkan. Pagi menjelang yang dipenuhi kekesalan. Malu. Tapi akan lebih menyakitkan kalau mereka tidak segera bangkit menghadapi musim berikut yang tidak lama menjelang.
Maka lihatlah sejarah. Setelahnya tim kota mode itu berhasil menambah koleksi bermacam gelar bergengsi tingkat eropa dan dunia.
Dua tahun setelah kekalahan itu, tahun 2007, di final ajang yang sama, AC Milan kembali berjumpa Liverpool yang dulu telah menggores luka.
Tapi bedanya kali ini mereka yang berhasil menjadi juara. Bahkan Kaka, sang playmaker, berhasil menggondol penghargaan pemain terbaik dunia tahun 2007.
Kekalahan kedua didapat dari Prancis pada 1 Juli 2006 ketika tim nasionalnya, Brasil, gagal mempertahankan gelar juara piala dunia.
Kedua kekalahan menyejarah itu justru membentuk mentalnya. Mendidik rasa hormat pada lawan. Dan tidak jumawa pada kekuatan diri karena bisa jadi senjata makan tuan.
“Sejatinya kita belajar lebih banyak dari kekalahan dibanding dari kemenangan,” itu wejangan para pemenang.
Begitulah kalau kekalahan mampu dimaknai dengan kelapangan jiwa dan kejernihan pikiran.
Saya pernah menceritakan kisah ini di kelas V B. Ketika itu mereka habis main bola dengan kelas lain. Sayangnya mereka kalah. Bukan hanya kekalahan yang membuat sesak tapi juga ejekan penonton dari beragam kelas. Mereka malu. Mereka kecewa.
Di kelas mereka menangis, marah-marah, cemberut. Membanting buku.
Melihat situasi ini saya sadar; tidak mungkin langsung memberi materi meski itu cerita sejarah yang biasanya mereka suka.
Maka saya awali yang ada hubungannya dengan bola. Ya kisah Kaka tadi itu. Dua puluh menit mereka mendengarkan.
“Ye…,” Kata mereka serempak sembari tepuk tangan ketika saya ceritakan akhir kisah Kaka dan AC Milannya yang akhirnya juara dimana-mana. Kekecewaan itu perlahan pudar. Berganti senyum.
Lima belas menit tersisa, karena jam saya memang hanya 35 menit, saya baru masuk materi. Menghubungkan sebab kekalahan dan kemenangan dengan sejarah orang shalih terdahulu.
===
Andi Ardianto, S.Pd.
Guru SDIT Insan Cendekia, Boyolali